Gue selalu ngerasa kalau liburan ke Magelang itu kayak ngerjain tugas sejarah yang estetik. Lo datang ke Candi Borobudur, foto-foto sampai memori HP penuh, terus bingung: “Habis ini makan di mana yang nggak cuma jual pemandangan doang?”
Jujur, nyari tempat makan dekat Candi Borobudur itu gampang-gampang susah. Banyak yang bagus di foto, tapi pas datang… ya gitu deh. Sampai akhirnya gue nemu satu tempat yang ceritanya lebih dalam daripada sumur di belakang rumah gue. Namanya Kedai Bukit Rhema.
Gue nggak cuma mau bahas makanannya yang enak (meskipun itu penting banget buat kelangsungan hidup gue), tapi gue mau cerita soal gimana sebuah tempat makan bisa mengubah nasib satu desa. Ini adalah kisah inspiratif Magelang yang perlu lo tahu sambil ngunyah singkong goreng.
Apa Kedai Bukit Rhema Sebenarnya?
Cerita di Balik Bukit: Bagaimana Kedai Bukit Rhema Menghidupkan Ekonomi Lokal. Kalau lo pernah nonton film AADC 2, lo pasti tahu bangunan unik berbentuk burung (yang sering dikira ayam) di atas bukit. Nah, Kedai Bukit Rhema itu ada di sana. Secara teknis, dia memang fasilitas kuliner. Tapi buat gue, tempat ini kayak “jembatan” yang menghubungkan ambisi pariwisata sama perut masyarakat lokal.

Bayangin, lo makan di ketinggian, angin sepoi-sepoi, sambil ngelihatin Candi Borobudur dari kejauhan. Rasanya kayak jadi tokoh utama di film indie yang lagi merenungi masa depan. Sebagai salah satu kuliner Magelang yang lagi hits, kedai ini sukses bikin orang nggak cuma pengen foto-foto di Gereja Ayam, tapi juga betah duduk lama sambil menikmati hidangan tradisional yang rasanya “ndeso” tapi kualitasnya “kota”.
Menginisiasi Pemberdayaan Masyarakat Sejak 2017
Gue selalu kagum sama orang yang punya visi. Salah satunya adalah Denmas Setia Wenas, founder dari kedai ini. Tahun 2017, Denmas melihat ada sesuatu yang aneh. Wisatawan yang datang ke Bukit Rhema itu meledak, apalagi gara-gara efek film. Tapi, warga lokal di situ cuma jadi penonton.
Masalahnya klasik: gap knowledge.

Masyarakat desa punya bahan baku banyak, punya tenaga, tapi mereka nggak tahu caranya jualan ke turis yang standarnya tinggi. Mereka punya emas, tapi nggak tahu cara gosoknya. Denmas mikir, “Daripada gue bawa orang dari kota buat kerja di sini, mending gue ajarin orang sini jadi profesional.” Dan dari situlah, Kedai Bukit Rhema pelan-pelan jadi sekolah kehidupan buat warga desa.
Baca Juga : Tempat Makan Ramah Anak
Edukasi Produksi Singkong Goreng Keju: Dari 35 Jadi 3, Lalu Jadi Juara
Ini bagian yang paling gue suka. Mirip kayak alur film perjuangan. Di sekitar lokasi itu banyak banget pohon singkong. Tapi dulu, singkong itu harganya receh banget karena cuma dijual mentah ke pasar.
Denmas bikin seminar edukasi cara bikin Singkong Goreng Keju yang bener. Lo tahu yang datang berapa? 35 orang warga desa. Semuanya semangat. Tapi, pas mulai masuk ke pelatihan yang disiplin, standar kebersihan yang ketat, dan jam kerja yang teratur, satu per satu mulai berguguran.

Sampai akhirnya, cuma tersisa 3 orang yang benar-benar komit. Gue ulang: cuma tiga!
Tapi ya itu, kualitas mengalahkan kuantitas. Tiga orang ini konsisten. Dan sekarang? Tim produksinya sudah tumbuh jadi lebih dari 16 orang. Yang terlibat bukan cuma anak muda, tapi ibu-ibu PKK dan petani lokal. Sekarang, petani singkong di sana nggak perlu bingung jual hasil panennya ke mana. Kedai Bukit Rhema siap nampung dengan harga yang layak.
Jadi, tiap kali lo gigit singkong keju di sana, lo sebenarnya lagi bantulah ekonomi petani lokal. Makan sambil sedekah, pahalanya dapet, kenyangnya dapet.
Kerjasama Strategis dengan Instansi Pendidikan
Denmas nggak main-main soal kualitas. Dia nggak mau pemberdayaannya cuma asal-asalan. Di tahun 2017, dia gandeng Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Bayangin, ada sekitar 30 mahasiswa yang datang ke bukit ini buat ngajarin warga desa. Mereka belajar soal SOP (Standard Operating Procedure), belajar cara produksi yang higienis, sampai cara ngelayanin tamu dengan profesional. Ini keren banget sih, kolaborasi antara akademisi sama praktisi lapangan yang dampaknya langsung dirasain masyarakat bawah.
Masyarakat desa yang tadinya minder, sekarang sudah bisa berdiri tegak karena mereka tahu mereka bekerja dengan standar yang sama dengan restoran besar di kota.
Meningkatkan Perekonomian Melalui Siklus Produksi Mandiri
Kunci rahasia Kedai Bukit Rhema itu simpel tapi mematikan: Siklus Ekonomi Tertutup. Semua bahan baku, mulai dari singkong, bumbu, sampai bahan masakan lainnya, sebisa mungkin dibeli dari petani lokal. Terus, yang masak ya warga desa itu sendiri (Tim PKK dan anak muda sekitar). Terus, hasilnya dijual di kedai ke para wisatawan.

Uangnya muter di situ-situ aja, di lingkungan desa. Ini yang namanya ekonomi yang sehat. Dampaknya? Pengangguran berkurang, dan ibu-ibu rumah tangga punya penghasilan tambahan yang bikin dapur mereka tetap ngepul. Kedai ini sudah membuktikan kalau pariwisata itu bisa jadi solusi buat kemiskinan kalau dikelola pakai hati, bukan cuma pakai kalkulator.
Kisah di Balik Tempat Makan Dekat Candi Borobudur yang Inspiratif
Sekarang, Kedai Bukit Rhema sudah bertransformasi jadi destinasi yang lengkap banget. Bukan cuma buat orang laper, tapi buat siapa aja yang pengen dapet experience baru. Jujur, gue ngerasa tempat ini makin eksis karena mereka nggak berhenti berinovasi.

Gue kasih bocoran, kalau lo ke sini, lo nggak cuma bisa makan nasi goreng atau ayam bakar nusantara, tapi lo bisa dapet banyak hal:
- Tempat Meeting yang Unik: Capek meeting di hotel yang ruangannya tertutup? Coba di sini. Oksigennya banyak, ide pasti lebih lancar keluar.
- Tempat Outing & Outbond: Area perbukitannya cocok banget buat seru-seruan bareng kantor.
- Edukasi Membatik: Ini favorit gue. Lo bisa belajar membatik langsung. Gue nyoba, dan ternyata susah ya, tapi seru banget!
- Experience Edukasi: Cocok buat anak sekolah yang mau belajar soal alam dan budaya.
Semua ini dikelola dengan semangat keramahan khas orang Magelang. Lo bakal ngerasa kayak tamu spesial tiap kali datang ke sini.
Penutup dari Gue
Gue belajar satu hal dari Kedai Bukit Rhema: sebuah bisnis itu bakal punya “nyawa” kalau dia bermanfaat buat orang di sekitarnya. Kalau lo lagi di Magelang, sempatkan mampir. Jangan cuma cari kenyang, tapi rasain gimana perjuangan warga desa di balik setiap sajian yang lo makan.
Ingat, lo lagi ada di salah satu tempat makan dekat Candi Borobudur paling inspiratif. Jadi, pastikan lo dapet spot terbaik buat ngelihat pemandangan sambil ngopi.
Mau datang? Saran gue reservasi dulu. Daripada lo sudah jauh-jauh nanjak terus nggak dapet meja, kan malesin banget. Langsung aja hubungi adminnya yang ramah banget (tapi jangan diajak curhat soal mantan ya):
- Kontak Admin: 085725779520
- Nama Admin: An Dinda (Kedai Bukit Rhema)
Sampai ketemu di atas bukit. Jangan lupa pesan singkong kejunya, karena kalau nggak pesen, lo bakal nyesel seumur hidup (lebay dikit nggak apa-apa lah ya, tapi beneran enak kok!).


